DALAM
sebuah panel diskusi bertajuk "Peluang Peradilan satu Atap dalam Membangun
Profesioanlisme dan Integritas Hakim", Satjipto Rahardjo mengatakan perlu
adanya rekonseptualisasi makna hukum - apa yang kita maknai hukum (what mean by
law). Satjipto Rahardjo menilai dominasi pemahaman hukum yang terjadi saat ini
cenderung legalistik - positifistik. Satjipto berkeyakinan bahwa hukum itu not
only stated in the book tetapi juga hukum yang hidup di masyarakat (living
law).
Reformasi
yang telah berlangsung sejak tahun 1998 harus diakui telah melahirkan sejumlah
perubahan instrumental, meski diakui juga bahwa perubahan tersebut masih banyak
kelemahannya. Banyaknya kelemahan tersebut karena reformasi tidak punya
paradigma dan visi yang jelas alias hanya tambal sulam, contohnya reformasi
peradilan yang terwadahi dalam empat paket undang-undang yang berkaitan dengan
peradilan hanya lebih banyak memfokuskan pada peradilan satu atap (Beny K.
Harman).
Seorang
tokoh reformis China yang hidup sekitar abad 11 mengemukakan, ada dua unsur
yang selalu muncul dalam pembicaraan masalah korupsi yaitu hukum yang lemah dan
manusia yang tidak benar. Tidak mungkin menciptakan aparat yang bersih hanya
semata-mata mendasarkan rule of law sebagai kekuatan pengontrol (social
control). Ia berkesimpulan dalam memberantas korupsi dibutuhkan penguasa yang
punya moral tinggi dan hukum yang rasional serta efisien (Mujahid:2000)
Dalam
sejarahnya "upaya" pemberantasan korupsi sudah berlangsung sejak
tahun 1958, yakni dengan lahirnya berbagai institusi dan peraturan
perundang-undangan yang ditujukan untuk memberantas korupsi, akan tetapi korupsi
di Indonesia selalu saja menempati urutan yang tinggi .
Seiring
dengan tuntutan reformasi yang tuntutan paling penting adalah reformasi
dibidang hukum, yang bermuara pada tuntutan agar pemberantasan korupsi, kolusi
dan nepotisme yang sudah mewabah di Indonesia dapat dilakukan. Puncak dari
tuntutan tersebut melahirkan instrumen hukum dalam rangka memberantas korupsi
yang terlihat pada Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Tap MPR tersebut telah
dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan yang ada dibawahnya dan terakhir
adalah lahirnya UU No.30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan berbagai instrumen hukum lain yang diarahkan untuk penegakan hukum.
Harus
diakui kenyataannya sampai saat ini berbagai instrumen hukum yang ada belum
menunjukkan hasil yang maksimal dalam pemberantasan korupsi. Korupsi tidak
hanya merugikan keuangan Negara semata, akan tetapi telah melanggar hak asasi
manusia dalam bidang sosial dan ekonomi. Kejahatan korupsi yang dikategorikan
sebagai suatu kejahatan yang luar biasa (Extra Ordinary Crime) - penanganannya
harus dilakukan dengan cara yang luar biasa dalam bingkai due process of law,
tidak dilakukan dengan cara konvensional.
Pemberantasan
korupsi tidak cukup dengan hanya mendasarkan instrumen hukum yang ada, akan
tetapi harus didukung oleh kemauan politik yang kuat dari semua cabang
kekuasaan Negara (eksekeutif, legislatife dan yudikatif). Tidak dapat
dipungkiri korupsi terjadi berkaitan erat dengan penyalahgunaan kekuasaan
(abuse of power) oleh kekuatan politik seperti ungkapan Lord Acton power tend
to corrupt and absolutely power tends to corrupt absolutely.
Dengan
adanya intstrumen hukum yang sudah memadai saat ini, mestinya pemberantasaan
KKN relatif lebih mudah. Hanya saja penyelesaiannya sangat tergantung pada
political will. Pemberantasan korupsi hanya akan tercapai manakala kekuasaan
politik dan penegak hukum dipegang oleh orang yang punya integritas dan
keberanian. Berbagai kasus yang melibatkan pejabat publik yang tidak jelas
ujungnya tidak saja melecehkan hukum akan tetapi menghina rasa keadilan
masyarakat. Karena itu setiap aparat penegak hukum harus memiliki komitmen yang
sama untuk memberantas korupsi, meminjam intilah Satjipto ketika seorang aparat
penegak hukum menangani kasus korupsi dia tidak boleh datang dengan netral
tetapi harus datang predesposisi tertentu dengan semangat untuk memberantas
korupsi. Dengan demikian penegakan hukum akan menyentuh kepastian dan keadilan
bagi masyarakat
No comments:
Post a Comment